Perang Yahudi-Romawi (66–135 M) adalah serangkaian konflik besar antara penduduk Yahudi di provinsi Yudea dengan Kekaisaran Romawi. Perang ini terdiri dari tiga perang besar, yaitu Pemberontakan Yahudi Pertama (66–73 M), Pemberontakan Kitos (115–117 M), dan Pemberontakan Bar Kokhba (132–135 M). Konflik ini meninggalkan dampak yang mendalam, tidak hanya pada komunitas Yahudi tetapi juga pada Kekaisaran Romawi.
Pada awalnya, bangsa Yahudi di provinsi Yudea hidup di bawah kekuasaan Romawi sebagai bagian dari sistem provinsi kekaisaran. Meskipun demikian, terdapat ketegangan yang terus meningkat akibat kebijakan Romawi, pajak tinggi, dan ketidakpuasan atas dominasi budaya dan agama Romawi. Bangsa Yahudi yang sangat religius menentang campur tangan Romawi dalam kehidupan spiritual mereka, serta penindasan ekonomi dan politik yang mereka rasakan.
Selain faktor-faktor lokal, dinamika politik di Roma sendiri juga memengaruhi situasi di Yudea. Kekacauan politik di Roma, khususnya setelah pemerintahan Kaisar Nero, memperburuk ketidakstabilan di provinsi-provinsi, termasuk Yudea.
Pemberontakan Yahudi Pertama, juga dikenal sebagai Perang Yahudi Besar, dimulai pada tahun 66 M ketika ketidakpuasan terhadap kebijakan Romawi memicu pemberontakan di seluruh Yudea. Kelompok-kelompok Yahudi, seperti Zealot dan Sikari, mengambil alih kendali Yerusalem dan mulai mengusir pasukan Romawi.
Pada tahun 70 M, di bawah kepemimpinan Jenderal Titus, putra Kaisar Vespasianus, Romawi melancarkan serangan besar-besaran untuk merebut kembali Yerusalem. Kota suci ini dikepung dan mengalami penderitaan luar biasa akibat kelaparan, penyakit, dan kekerasan.
Pada bulan Agustus 70 M, Romawi berhasil menghancurkan Bait Suci Kedua, pusat spiritual dan kebanggaan bangsa Yahudi. Penghancuran ini menjadi titik balik yang sangat penting dalam sejarah Yahudi dan merupakan simbol dari kehancuran Yudea sebagai kekuatan politik. Setelah pertempuran panjang, Yerusalem jatuh, dan banyak penduduk Yahudi dibunuh atau dijual sebagai budak.
Salah satu episode terakhir dari Pemberontakan Yahudi Pertama adalah pengepungan benteng Masada. Masada adalah tempat perlindungan terakhir bagi para pemberontak Yahudi yang bertahan melawan Romawi. Pada tahun 73 M, setelah pengepungan yang panjang, benteng tersebut akhirnya jatuh, dan menurut sejarawan Yosefus Flavius, hampir 960 pemberontak Yahudi yang tersisa memilih bunuh diri massal daripada menyerah kepada Romawi. Kejatuhan Masada menjadi simbol perlawanan terakhir bangsa Yahudi terhadap Romawi dalam perang ini.
Setelah kekalahan besar ini, Yudea menjadi provinsi yang diawasi dengan lebih ketat oleh Romawi. Penduduk Yahudi yang selamat mengalami pengusiran massal (diaspora) dari tanah air mereka, dan sejumlah besar Yahudi tersebar di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi dan sekitarnya. Penghancuran Bait Suci Kedua juga membawa perubahan besar dalam praktik keagamaan Yahudi, yang beralih dari ritual Bait Suci menjadi agama berbasis sinagoge dan hukum lisan (Torah Lisan).
Pemberontakan Kitos adalah pemberontakan kedua yang dipimpin oleh komunitas Yahudi di berbagai wilayah Kekaisaran Romawi, termasuk di Siprus, Mesir, dan Mesopotamia. Pemberontakan ini terjadi selama pemerintahan Kaisar Trajanus, yang sedang melakukan kampanye militer di timur.
Bangsa Yahudi di diaspora, yang merasa tertindas di bawah kekuasaan Romawi, memberontak di berbagai kota besar. Di Siprus, Alexandria, dan Cyrene, pemberontak Yahudi berhasil merebut kendali sementara atas wilayah tersebut, membunuh penduduk Romawi dan Yunani dalam jumlah besar. Namun, pemberontakan ini akhirnya dihancurkan dengan kekerasan oleh pasukan Romawi.
Akibatnya, populasi Yahudi di beberapa wilayah, seperti Siprus, mengalami pengurangan drastis. Orang Yahudi dilarang tinggal di Siprus, dan pemberontakan ini semakin memperburuk hubungan antara Yahudi dan Romawi.
Pemberontakan Bar Kokhba adalah pemberontakan besar ketiga yang dipimpin oleh Simon Bar Kokhba, seorang pemimpin militer Yahudi yang dipandang sebagai mesias oleh banyak orang Yahudi. Pemberontakan ini dipicu oleh keputusan Kaisar Hadrianus untuk mendirikan sebuah kota Romawi, Aelia Capitolina, di atas reruntuhan Yerusalem, serta rencana untuk membangun kuil Romawi di tempat bekas Bait Suci.
Bar Kokhba berhasil mengorganisasi pasukan Yahudi dan memperoleh beberapa kemenangan awal melawan Romawi, bahkan mendirikan pemerintahan Yahudi sementara di Yudea. Namun, Romawi, di bawah kepemimpinan Jenderal Julius Severus, melakukan serangan balasan yang brutal. Setelah pertempuran panjang, pemberontakan akhirnya dihancurkan pada tahun 135 M.
Kekalahan dalam Pemberontakan Bar Kokhba sangat menghancurkan komunitas Yahudi di Yudea. Ratusan ribu orang Yahudi tewas, dan banyak yang dijual sebagai budak. Kaisar Hadrianus berusaha menghapus identitas Yahudi di wilayah tersebut dengan mengubah nama provinsi Yudea menjadi Syria Palestina, dan Yerusalem diubah menjadi Aelia Capitolina. Orang Yahudi juga dilarang memasuki Yerusalem, kecuali pada hari tertentu seperti Tisha B'Av, hari peringatan penghancuran Bait Suci.
Diaspora Yahudi: Pemberontakan Yahudi melawan Romawi, khususnya setelah Pemberontakan Bar Kokhba, mengakibatkan diaspora besar-besaran bangsa Yahudi. Banyak komunitas Yahudi bermigrasi ke berbagai wilayah di Timur Tengah, Eropa, dan Afrika Utara.
Perubahan Agama Yahudi: Penghancuran Bait Suci Kedua dan larangan untuk memasuki Yerusalem membawa perubahan besar dalam praktik keagamaan Yahudi. Yudaisme beralih dari ritual berbasis Bait Suci menjadi agama yang lebih terfokus pada studi hukum (Torah) dan kehidupan sinagoge.
Hubungan Romawi-Yahudi: Ketegangan antara Romawi dan bangsa Yahudi tetap tinggi selama sisa keberadaan Kekaisaran Romawi. Pemberontakan ini juga membentuk persepsi Romawi terhadap bangsa Yahudi, yang dianggap sebagai bangsa yang sulit diatur dan terus memberontak.
Warisan Historis: Perang Yahudi-Romawi, khususnya Pemberontakan Bar Kokhba, memiliki warisan historis yang panjang dalam sejarah Yahudi sebagai simbol perlawanan dan tekad. Hingga hari ini, nama Bar Kokhba menjadi simbol keberanian dan martabat dalam perlawanan terhadap penindasan.
Perang Yahudi-Romawi adalah serangkaian konflik yang berakar pada ketegangan politik, agama, dan sosial antara bangsa Yahudi dan Kekaisaran Romawi. Ketiga pemberontakan besar ini, terutama Pemberontakan Yahudi Pertama dan Pemberontakan Bar Kokhba, membawa dampak yang sangat besar bagi sejarah Yahudi dan hubungan mereka dengan dunia Romawi. Meskipun pemberontakan ini berakhir dengan kekalahan tragis bagi bangsa Yahudi, semangat perlawanan mereka tetap menjadi bagian penting dari warisan dan identitas nasional Yahudi hingga saat ini.